23 Nov

Sudah banyak tawaran dan godaan agar ia dapat segera memiliki anak. “Saya khawatir menjadi orang kurang sabar,” katanya

Hidayatullah.com–SEPULUH tahun, bukanlah kurun waktu singkat bagi sebuah keluarga dalam menanti kehadiran seorang anak. Menikah pada tahun 2001 silam, hingga kini di usia pernikahannya yang hampir menginjak kepala satu, Masykur (42), begitu nama laki-laki tersebut, belum juga dianugerahi seorang buah hati.
Padahal, menurut keterangannya, sejak awal menikah, sedikitpun tidak pernah terlintas di benak mereka untuk menunda-nunda memiliki anak. ”Tidak ada istilah penunda-penundaan sejak awal kami menikah”, jelasnya ketika ditemui Hidayatullah.com.
Awalnya, Masykur dan istri, Faidah, tidak pernah memiliki firasat kalau mereka akan mengalami hal demikian. Sebabnya, mereka tidak menemukan gejala-gejala yang mengarah ke sana. Semua aktivitas berjalan dengan lancar, tanpa ada hambatan berarti.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, mereka mulai menyadari akan adanya keganjalan, karena sekian lama menikah, tanda-tanda kehamilan tidak kunjung tiba.
Bermodal masukan-masukan dari keluarga dan kerabat-kerabatnya, masykur-pun melakukan ihktiar dengan jalur pijat, yang menurut keterang sahabat-sahabatnya bisa menjadi wasilah kehamilan.
”Hampir sebulan sekali, saya antar istri untuk pijat,” terang Masykur. Selain itu, untuk menyempurnakan usahanya, guru al-Quran di salah satu sekolah swasta Surabaya ini, juga menggunaka obat-obatan herbal jenis jamu-jamuan, habbatus sauda, dll.
Setelah beberapa lama menjalani proses demikian, ternyata apa yang mereka usahakan  belum juga membuahkan hasil positif.
Karena itu untuk lebih memantapkan usahanya, mereka lakukan cek medis di beberapa rumah sakit  di Surabaya dan sekitar.
”Tapi hasilnya nihil. Menurut keterangan dokter-dokter yang pernah kami datangi, kami normal-normal saja, tidak ada problem,” tuturnya menjelaskan hasil dari dokter.
Sekalipun demikian, mereka tidak pernah patah arang untuk terus berusaha dan berusaha. Jangan tanya soal  biaya, menurut keterangan Masykur, sudah banyak mereka keluarkan.
”Kalau dialokasikan untuk membangun rumah, sepertinya sudah cukup lah,” ujarnya menjelaskan perkiraan uang yang telah mereka keluarkan.
Yang menakjubkan, pria yang hapal al-Quran (hafidz) ini bersepakat  untuk memiliki anak dengan jalur alami. Mereka menolak untuk melakukan proses bayi tabung. Alasannya, mereka ingin mendapatkan keturunan dengan jalur syar’I yang diridhoi Allah.
Bukan apa-apa, semenjak mereka berdua melakukan ihtiar, sudah banyak pesan, nasehat dan saran macam-macam. Misalnya, ia dinasehatkan untuk ke dukun, pakai jampi, adopsi,  bahkan sampai bayi tabung.
”Saya tidak bilang kalau jalur tersebut (bayi tabung) adalah haram. Namun kami keberatan untuk melakukannya, karena khawatir, kalau tak ada barokah Allah atas keturunan kami kelak. Sebab, prosesnya tak kami lalu secara alami, sebagaimana disunnahkan,” uangkap Masykur.
Rahasia Tersingkap
Pada awal tahun 2010 silam, sebuah peristiwa besar terjadi di tengah-tengah keluarga Masykur, yang kemudian menjadi titik awal terungkapnya secara medis permasalahan yang mereka alamai. Sang-istri, Faidah (37), terhitung semenjak bulan Januari, sering mengalami pendarahan yang sangat parah, dan itu terulang beberapa kali.
Efek dari kejadian tersebut, Faidah mengalami kekurangan darah hingga harus ditransfusi di sebuah rumah sakit.
”Ketika mengalami pendarahan, terus terang saya tidak sampai hati melihatnya. Karena, darah yang keluar, bak air kran, deras sekali,” kenang Masykur.
Setelah dirujuk ke salah satu rumah sakit Islam Surabaya, barulah terungkap bahwa di rahim sang istri, terdapat tumor, yang diperkirakan telah lama tumbuh.
“Menurut perkiraan dokter, kalau tumornya telah tumbuh semenjak dia duduk di SMP, ” lanjut Masykur.
Mendengar berita demikian, terang saja Masykur kaget, bak tersambar petir di siang bolong. Yang lebih membuat dia sedih, adalah, keputusan para dokter.
Awalnnya, seorang dokter menyarankan agar rahim sang istri diangkat. Dan itu artinya, Faidah akan divonis tidak akan pernah hamil. “Ketika itu saya sangat sedih.
Tapi hanya pasrah pada Allah, kalau memang jalan itu satu-satunya yang harus ditempuh” ucapnya dengan terbata-bata.
”Namun Alhamdulillah, keputusan tersebut akhirnya dianulir dokter lain. Dokter lain mengatakan, hanya dengan melakukan operasi pengambilan tumor, katanya itu sudah cukup.”
Keputusan tersebut, benar-benar membuat hati Masykur sedikit lega, sekalipun tetap dihantui rasa was-was akan proses operasi yang akan dijalani oleh sang-istri. Dan yang lebih membuat hatinya gundah, dia dibingungkan soal dana operasi yang jumlahnya tidak sedikit.
Mengandalkan gajinya sebagai seorang guru ngaji, terang saja tidak mungkin mencukupi. Untungnya di saat genting, bantuan Allah datang melalui keluarga, sahabat, dan salah satu lembaga amil zakat nasional. Operasipun dilakukan, dan berjalan dengan lancar.
Tetap Sabar
Sebagai keluarga yang sudah lama menikah dan belum dikaruniai anak, tentu saja banyak godaan yang menghampiri. Bagi Masykur hal tersebut wajar, dan dia senantiasa berfikir positif terhadap godaan-godaan tersebut, terutama ketika langsung berkaitan dengan masalah anak.
Ketika sedang berkumpul dengan kerabat, sahabat, ataupun keluarga dekat, tidak sedikit yang menyentil,”Kapan nih memiliki anak?” Tapi bagi Masykur pribadi, hal tersebut tidak terlalui dia hiraukan.
”Anak itu sama dengan rizki. Allah lah yang memiliki hak mutlak, sedangkan manusia hanya bisa berikhtiar dan berikhtiar. Sebesar apapun usaha yang telah dilakukan, ketika Allah belum menghendaki, ya tidak tercapailah apa yang diinginkan,” terangnya.
Sekalipun demikian, diakuinya, tidak jarang juga, akibat dari sindiran-sindiran tersebut,  istrinya terkadang menangis karena tidak kuat secara psikis. Untuk menghiburnya, Masykur acapkali menyitirkan ayat-ayat al-Quran yang mengisahkan tentang  perjalanan Nabi-Nabi terdahulu, seperti; Zakaria dan Ibrohim, yang hingga ubanan belum juga memiliki keturunan.
Namun, berkat kehendak Allah, pada usia senja itu, justru istri-istri mereka mengandung, yang pada akhirnya mereka pun memiliki keturunan.
”Selain itu (dengan membacakan ayat-ayat al-Quran), kita sering berkunjung ke rumah kenalan-kenalan ataupun para tokoh agama yang memiliki nasib serupa, sebagai cerminan bahwa masih banyak orang yang mengalami hal yang sama, bahkan, mungkin lebih parah,” jelasnya.
Hiburan lain selain sering melakukan silaturrahim, keluarga ini juga senantiasa gembira jika menyisihkan sebagian harta yang mereka miliki untuk keperluan anak-anak yatim.
”Mungkin secara nasab mereka bukan anak kita. Tapi, hakekatnya, mereka adalah bagian dari kita. Sebab itu, kita harus mengangkat derajat mereka agar kedepan mereka bisa hidup lebih baik lagi.”
Kini setelah melakukan operasi tumor rahim, Faidah dalam kondisi sehat, bahkan dia sudah mulai bekerja seperti biasa. Besar harapan mereka berdua, kalau sekiranya mereka dikarunia anak-anak, mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang sholeh dan sholehah, yang siap mengabdikan diri untuk kejayaan agama.
Kini, meski operasi tumor istrinya sudah berhasil, godaan tetap terus menyelimuti hari-harinya. Meski demikian, di tengah kesulitan ini, ia berharap tak akan berpaling dari Allah.

”Kami tidak mau menyesal di kemudian hari, hanya karena kurang sabar. Insya Allah, apa yang telah menjadi keputusan Allah, itulah yang terbaik,” imbuhnya. [Robin/hidayatullah.com]